Kamis, 22 Oktober 2009

Menteri2 Ekonomi Kabinet Indonesia Bersatu 2

Profil Menko Perekonomian, Hatta Rajasa

Kamis, 22 Oktober 2009 - 09:07 wib
text TEXT SIZE :
Share
Anton Suhartono - Okezone
Hatta Rajasa (Foto: Koran SI)

JAKARTA - Hatta Rajasa kembali dipercaya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono duduk di Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II. Jika sebelumnya, menjabat Menteri Sekretaris Negara, kini politisi Partai Amanat Nasional ini menempati pos baru sebagai Menteri Koordinator Perekonomian.

Pria kelahiran Palembang 18 Desember 1953 ini sebelumnya pernah menjabat sebagai Menteri Perhubungan di kabinet yang sama sebelum digantikan Jusman Syafii Djamal, dan Menteri Riset dan Teknologi di dalam Kabinet Gotong Royong (2001-2004).

Hatta Rajasa menamatkan sarjananya sebagai Insinyur Teknik Perminyakan Institut Teknologi Bandung (ITB) angkatan 1973, Studi Pembangunan Institut Teknologi Bandung (ITB) selama setahun, namun tidak dilanjutkan karena kesibukannya di Parpol dan menjadi Menristek.

Di kepartaianya, kini dia menjabat sebagai wakil Ketua Majelis Pertimbangan Partai dan sebelumnya menjabat Sekretaris Jenderal PAN, yaitu sejak 2000.

Pada 1999 hingga 2000 dia juga pernah menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Reformasi DPR-RI.(ton)



Sri Mulyani Indrawati (lahir di Bandar Lampung, Lampung, 26 Agustus 1962; umur 47 tahun) adalah Menteri Keuangan Kabinet Indonesia Bersatu. Ia sebelumnya menjabat sebagai Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dari Kabinet Indonesia Bersatu. Sri Mulyani sebelumnya dikenal sebagai seorang pengamat ekonomi di Indonesia. Ia menjabat Kepala Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LPEM FEUI) sejak Juni 1998. Pada 5 Desember 2005, ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengumumkan perombakan kabinet, Sri Mulyani dipindahkan menjadi Menteri Keuangan menggantikan Jusuf Anwar. Sejak tahun 2008, ia menjabat Pelaksana Tugas Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, setelah Menko Perekonomian Dr. Boediono dilantik sebagai Gubernur Bank Indonesia.

Ia dinobatkan sebagai Menteri Keuangan terbaik Asia untuk tahun 2006 oleh Emerging Markets pada 18 September 2006 di sela Sidang Tahunan Bank Dunia dan IMF di Singapura.[1] Ia juga terpilih sebagai wanita paling berpengaruh ke-23 di dunia versi majalah Forbes tahun 2008[2] dan wanita paling berpengaruh ke-2 di Indonesia versi majalah Globe Asia bulan Oktober 2007.[3]


Mari Elka Pangestu, PhD

Wanita kelahiran Jakarta, 23 Oktober 1955, itu merupakan wanita Tionghoa-Indonesia pertama yang memegang jabatan sebagai menteri di Indonesia sebagai Menteri Perdagangan dalam Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I (2004-2009).

Mari Pangestu memperoleh gelar Bachelor dan Master of Economics dari the Australian National University, serta gelar PhD (Doktor) dalam bidang Perdagangan Internasional, Keuangan, dan Ekonomi Moneter dari Universitas California, Davis, pada tahun 1986.

Sebelum menjabat sebagai Menteri Perdagangan, Mari Pangestu telah lama aktif dalam berbagai forum perdagangan seperti PECC dan ia adalah salah seorang peneliti ekonomi terpandang di Indonesia. Mari Pangestu diperkirakan akan kembali menempati posisi sebagai Menteri Perdagangan dalam kabinet mendatang.

Senin, 20 April 2009

Mengapa pelayanan Rumah Sakit yang murah kebanyakan tidak profesional?

Sebulan lalu anak saya nomor dua masuk sebuah rumah sakit dengan diagnosa demam berdarah. tiga hari dirawat anak saya diperbolehkan pulang karena trombositnya sudah normal. selama menunggu 3 hari untuk kontrol, kondisi anak saya tetap panas. ketika kontrol anak saya diberi obat penurun panas dengan catatan apabila dalam 2 hari tidak turun panasnya maka harus dirawat lagi. 3 hari kemudian kami kontrol lagi ke RS tersebut dan diperintahkan untuk foto thorax karena anak saya diduga terkena bronchitis. seminggu hasil rontgen tersebut baru bisa kami terima, hasilnya positif. maka anak kami dirawat jalan dengan menggunakan obat-obatan untuk TBC. ketika pengobatan berjalan 3 hari kembali kami dibuat bingung dengan kondisi anak kami yang terus panas ditambah kedua kakinya bengkak.
Kami bawa lagi anak kami ke rumah sakit tersebut (sebuah RS milik TNI AU di Bandung). Oleh dokter yang menangani kami disarankan untuk rawat inap. OK, kami pun rawat inap lagi, kali ini di kelas 2 karena ingin suasana yang lebih tenang. Obat bronchitis distop sementara, digantikan obat antibiotik. 5 hari anak kami dirawat, hanya 2 kali dokter datang, itu pun tak lebih dari 2 menit Saudara!! Informasi yang diberikan pun hanya 5 kata: "Anak Ibu kena rematik bayi" tanpa penjelasan apa pun langsung pergi meninggalkan istri saya yang terbengong-bengong dengan penyakit yang baru sekali terdengar itu.
Hari ke-5 anak kami diperbolehkan pulang karena kakinya sudah tidak bengkak. Tetapi masalah tidak berhenti: anak kami terus mengalami badan panas dan akibatnya menangis terus tiap kali panasnya datang. Akhirnya saya kehilangan kesabaran, kami harus pindah rumah sakit!! Saya pun mengajukan ijin pulang (saya mengajar di Balikpapan) untuk merawat anak saya. Kami bawa anak kami ke salah seorang dokter spesialis anak yang membuka praktek di daerah sekitar tempat tinggal kami.
Sungguh mencengangkan, dokter tersebut geleng-geleng kepala setelah kami ceritakan pengalaman kami. "Tidak ada penyakit rematik bayi itu" demikian kata dokter. Masya Allah!!! Kemudian dokter menanyakan obat-obatan bronchitis yang diberikan untuk anak kami, istri saya yang seorang asisten apoteker menyebutkannya satu-persatu. Lebih kaget lagi dokter itu karena ada satu obat yang tidak boleh diberikan pada pasien berpenyakit paru-paru. "Itu kontra indikasi. Stop sekarang juga semua obatnya!!!" Obat tersebut saya ingat selalu, namanya Kalmetason (bunyinya gitulah).
Masya Allah pembaca sekalian, apa yang harus kami lakukan? Dalam hati saya ingin langsung mendatangi dokter yang telah memberikan obat secara ngawur tersebut dan menghajarnya, tetapi saya pikir apa gunanya? Yang penting kami harus bersyukur karena Allah telah menunjukkan obat yang slah tersebut sebelum berlama-lama anak kami mengonsumsinya.
Besoknya anak kamitidak lagi disuapi obat oleh istri saya, hanya diberi vitamin dari dokter spesialis tadi. Subhanallah, sepanjang hari anak kami sudah lincah, tidak ada panas sama sekali. 3 hari kemudian kami kontrol ke dokter yang sama, lalu diberikan obat bronchitis dalam bentuk sirup.
Alhamdulillaah, anak kami sekarang sudah menjalani hari-hari bermainnya dengan sehat, sambil terus berobat jalan (karena pengobatan paru-paru memerlukan waktu sekitar 6 bulan). Kami orang tuanya merasa tenang lagi. Semoga Allah senantiasa menjaga kesehatan kami semua, itu yang kami doakan tiap hari.
Demikianlah pengalaman kami, semoga ada manfaatnya untuk para pembaca.

Minggu, 05 April 2009

Penerapan Ekonomi Islam dalam Konteks Makro

Selama ini yang terbayang dalam benak saya tentang ekonomi Islam adalah hal-hal yang bersifat mikro: jual beli yang jujur, tidak menimbun keperluan orang banyak, pinjam uang dengan sistem bagi hasil, serta membayar zakat.
Ketika mencoba beranjak ke konsep makro, saya langsung mentok: tidak terbayang. Bagaimana mungkin mengubah sistem perbankan konvensional yang sudah mapan seperti saat ini? Seandainya bisa, subhanallah. (bersambung, mohon sumbangan pemikiran dong)

Rabu, 28 Januari 2009

Hukum Bunga Bank

Sebagai bahan menambah wawasan, kan selama ini kita banyak dengar pendapat tentang bunga bank itu, riba atau bukan, halal apa haram? Nah, berikut ini saya entry fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang bunga bank.  Mugi-mugi wonten faedahe, aamiin.

Bagi Hasil dan Riba, Apa Bedanya?

PERBEDAAN FUNDAMENTAL SISTEM BUNGA DAN BAGI HASIL

 

Bank adalah salah satu bentuk lembaga keuangan yang menjadi perantara antara orang yang memiliki dana berlebih dengan yang membutuhkan dana. Bank Syari’ah merupakan sedikit gambaran bagaimana syari’at Islam mengatur pada masalah pendanaan, menjadi alternatif yang sangat berkembang saat ini. Bahkan bank-bank konvesional yang berbasis ribapun berlomba-lomba membuka divisi syari’ah untuk berebut pasar pada segment market ini, sebagai sikap reaktif industri perbankan dalam pembacaan pasar yang mereka lakukan.

Ada sebagian orang yang berpendapat tidak ada beda antara pendapatan riba/bunga dengan pendapatan bagi hasil. Bahkan ada yang barangkali melihat bahwa pendapatan bagi hasil lebih besar sedangkan potongan untuk biaya administrasi lebih sedikit dibandingkan dengan pendapatan dan potongan pada bank konvesional. Hal tersebut memotivasi untuk mempercayakan uang yang berlebih kepada bank-bank syari’ah. Wajar saja jika pendapat tersebut ada di tengah-tengah masyarakat dengan petimbangan bahwa masyarakat saat ini jauh dari pemahaman islam.

Pandangan yang terbentuk akibat system sekuler-kapitalistik yang diterapkan sekarang ini menjadikan standar manfaat dan mudarat sebagai penentu baik dan buruknya sesuatu. Standar tersebut padahal sangat jauh dari pemahaman Islam yang menjadikan halal dan haram sebagai penentu baik dan buruknya sesuatu. Lokalisasi prostitusi dan perjudian akan selalu menjadi sesuatu yang buruk dalam Islam walaupun banyak kalangan pengambil kebijakan dan pelaksananya yang menyatakan hal tersebut akan mempermudah negara untuk mendulang pundi-pundi pendapatan (lewat pajak) serta ketertiban sosial masyarakat karena aktivitas tersebut terpusat pada satu titik.

Islam adalah agama yang diturunkan Allah SWT kepada Muhammad SAW yang mengatur hubungan antara manusia dan Tuhan, manusia dan dirinya sendiri, serta hubungan sesama manusia. Hubungan manusia dengan Tuhan menyangkut masalah Aqidah dan ibadah ritual. Hubungan manusia dengan dirinya menyangkut masalah makanan, minuman, pakaian, thaharah dan akhlaq. Sedangkan hubungan manusia dengan sesamanya dapat dilihat pada pengaturan Islam dalam system ekonomi, hukum, politik, social, budaya, pendidikan, hubungan luar negeri, dan lain sebagainya. Jika kita menyakini Islam sebagai the way of life, otomatis kita memiliki kewajiban untuk mengaplikasikan Islam secara sempurna, tidak hanya yang berhubungan dengan aqidah dan ibadah ritual.

Permasalah perbankan syari’ah merupakan salah satu aspek kecil yang diatur Islam dalam system perekonomian. Rasululullah SAW bersabda bahwa, "Akan datang kepada umat ini suatu masa nanti ketika orang-orang menghalalkan riba dengan alasan: aspek perda gangan" (HR Ibnu Bathah, dari Al 'Auzai). Dan hadis tersebut kita jumpai realitasnya saat ini yang mana aktifitas perbankan konvensionallah yang menguasai perbankan dunia.

Buya Hamka secara sederhana memberikan batasan bahwa arti riba adalah tambahan. Maka, apakah ia tambahan lipat-ganda, atau tambahan 10 menjadi 11, atau tambahan 6% atau tambahan 10%, dan sebagainya, tidak dapat tidak ten tulah terhitung riba juga. Oleh karena itu, susahlah untuk tidak mengatakan bahwa meminjam uang dari bank dengan rente sekian adalah riba. Dengan demikian, menyimpan dengan bunga sekian (deposito) artinya sama dengan memakan riba juga.

Islam menyamakan orang yang memakan riba dengan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran tekanan penyakit gila. Bahkan dalam hadis riwayat Al Baihaqy, dari Anas bin Malik menyatakan satu dirham yang diperoleh oleh seseorang dari perbuatan riba lebih besar dosanya 36 kali daripada perbuatan zina di dalam Islam .

 

Bagi Hasil VS Riba Bank

Perbedaan prinsip yang dengan mudah dapat dikenali untuk membedakan sistem bagi hasil pada sistem ekonomi syari’ah dan sistem bunga pada sistem ekonomi konvensional adalah pada sistem returnbagi nasabahnya. Bank konvensional, sistem return-nya adalah sistem bunga yaitu persentase terhadap dana yang disimpan ataupun dipinjamkan dan ditetapkan diawal transakasi sehingga berapa nilai nominal rupiahnya akan dapat diketahui besarnya dan kapan akan diperoleh dapat dipastikan tanpa melihat laba rugi yang akan terjadi nanti. Bank syari’ah sistem return-nya adalah sistem bagi hasil (profit loss sharing) yaitu nisbah (persentase bagi hasil) yang besarnya ditetapkan diawal transaksi yang bersifat fixed tetapi nilai nominal rupiahnya belum dapat diketahui dengan pasti melainkan melihat laba rugi yang akan terjadi nanti.

Pada bank konvensional, nasabah akan menerima atau membayar return bersifat fixed yang disebut bunga. Bagi nasabah penabung akan mendapatan bunga yaitu persentase terhadap dana yang ditabung sedangkan bagi nasabah peminjam (debitur) akan membayar bunga yaitu persentase terhadap dana yang dipinjam oleh nasabah. Bank syari’ah, nasabah akan menerima atau membayar return bersifat tidak fixed yang disebut bagi hasil. Bagi penabung akan menerima bagi hasil yaitu persentase terhadap hasil yang diperoleh dari dana  yang ditabung oleh nasabah yang kemudian dikelola oleh pihak bank. Peminjam (debitur) akan membayar bagi hasil yaitu persentase terhadap hasil yang diperoleh dari dana  yang dipinjam oleh nasabah yang kemudian dikelolanya.

Bunga yang diterapkan pada sistem ekonomi konvensional harus tetap dibayarkan oleh pihak bank kepada nasabah walaupun bank tidak mendapatkan keuntungan atau dalam keadaan yang bagaimanapun bunga harus dibayarkan tidak melihat apakah laba atau rugi. Bagi debitur juga harus membayar tingkat bunga yang telah disepakati baik dalam kondisi laba maupun rugi. Sistem ini sangat berbeda dengan sistem perbankan syari’ah yang menerapkan sistem bagi hasil, pada kondisi terjadi laba maka akan membayar tingkat persentase bagi hasil yang telah disepakati, dalam kondisi impas tidak ada pembayaran dan pada kondisi mengalami kerugian maka kerugian tersebut juga dibagi bersama antara nasabah dengan pihak bank. Dalam perbankan syari’ah hubungan antara nasabah dengan bank adalah dalam bentuk kemitraan.

Sistem syari’ah tidak ada yang dieksplotasi dan tidak ada yang mengeksploitasi, risiko yang merupakan kondisi yang tidak pasti dimasa akan datang ditanggung bersama dan apabila mendapat keuntungan yang tinggi juga dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan diawal. Mengapa demikian? Karena, ekonomi syari’ah melarang sesuatu (misalnya laba atau rugi) yang tidak pasti dimasa akan datang dibuat pasti dan ditentukan pada saat sekarang. Disi lain juga melarang sesuatu yang sudah pasti dibuat menjadi tidak pasti agar dapat melakukan spekulasi atau mengambil keuntungan untuk kepentingannya sendiri dengan merugikan atau merusak perekonomian secara umum.

Pada sistem perbankan konvensional dapat terjadi eksploitatori, predatori dan intimidasi. Kapan terjadi eksloitasi, predatori dan intimidasi? Eksploitasi dapat terjadi pada saat tingkat bunga tinggi dan tingkat bunga rendah. Pada saat suku bunga tinggi yang dieksploitasi adalah debitur dan ini umumnya terjadi pada kondisi ekonomi sedang berkinerja buruk. Pada kondisi ini debitur mendapat keuntungan yang rendah atau bahkan mengalami kerugian tetapi tetap diharuskan membayar bunga yang tinggi. Pada kondisi buruk ini dapat terjadi proses predatori (yang kuat memakan yang lemah) dan intimidasi (memaksa membayar bunga walaupun tidak memungkinkan) kepada debitur. Pada kondisi kinerja ekonomi membaik umumnya suku bunga rendah maka pada kondisi ini pihak krediturlah yang dieksploitasi, debitur mendapat keuntungan yang tinggi tetapi krediur hanya mendapat bagian (bunga) yang rendah.

Praktek sistem bunga baik pada kondisi ekonomi baik maupun buruk telah terjadi ketidak adilan dalam pembagian hasil atau dengan kata lain terjadi eksploitatori, predatori dan intimidasi, ketiga karakteristik inilah yang merupakan sifat dasar dari ribawi. Oleh karena itu sudah sepantasnyalah ribawi itu dihapuskan dari sistem perekonomian karena hanya akan menciptakan inefisiensi dan instabilitas dalam perekonomian.

 

Bagi Hasil, Tahan Banting

Dari fakta pada industri perbankan dalam menghadapi krisis tahun 1997 lalu, bank yang mampu tetap stabil adalah bank dengan sistem bagi hasil. Banyak bank-bank konvensional yang kolaps dan harus di merger agar neraca keuangannya stabil kembali. Hal tersebut disebabkan tidak adanya kewajiban bagi bank dengan sistem  bagi hasil ini untuk menambah simpanan nasabah karena seperti yang jamak diketahui, sulit pada masa tersebut bagi debitor (yang meminjam dana) untuk menghasilkan keuntungan yang besar.

Selain itu, bank dengan sistem bagi hasil ini lebih selektif dalam memilih debitor. Selain itu, bank dengan system bagi hasil tidak bermain-main pada instrumen kapitalis yang labil dan tidak real, seperti perdagangan saham dan berspekulasi pada nilai tukar mata uang. Hal tersebut sangat berbeda dengan bank-bank konvensional yang cenderung suka dengan sesuatu yang instan.

Dengan melihat satu aspek kecil dalam tataran aturan dari ‘langit’, maka patutlah kita memikirkan perkataan Allah yang mempertanyakan pertanyaan retorika ini “Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ?” (al Maidah:50)

Sumber: http://putvi.multiply.com/journal/item/6/Riba_VS_Bagi_Hasil


Mau tahu tentang israel?

Sedihnya melihat berita pembantaian saudara2 kita di Gaza oleh perampok yang bernama israel. Lebih sedih lagi karena kita tidak bisa berbuat apa-apa, bahkan ada sekelompok orang yang mencibir ketika ada sebagian saudara kita yang berniat jihad ke Gaza (na'uudzubillaah, semoga Allah memberi petunjuk). 

Kelihatannya super power, untouchable, dan sepak terjangnya kaya setan, setan israel ini berasal dari mana sih? 
Bisa baca di [sini] atau di [sini].
Baca juga [ini] dan [ini]